Komputer membutuhkan software untuk melaksanakan tugasnya. Software ini
dibuat oleh beberapa pengembang software. Dari beberapa model
pengembangan software, model pengembangan open source software
merupakan salah satu bagiannya. Model ini telah digunakan secara luas
dalam 20 tahun terakhir ini. Banyak sekali teknologi yang merupakan
hasil dari model pengembangan ini yang digunakan sehubungan dengan
software yang diproduksi oleh industri software komersial dan hasilnya
telah memberikan kemajuan besar dalam hal kapabilitas, kemampuan,
aksesibilitas dan keterbelian dari software tersebut.
Model pengembangan open source software ini dilakukan dengan cara
memberikan kebebasan bagi semua orang untuk melihat dan mengetahui serta
mengubah kode software yang bersangkutan. Dengan cara ini maka
diharapkan akan ada seseorang yang memiliki kemampuan pemrograman
memadai untuk dapat melihat kode program tersebut dan menemukan bugs
serta kelemahan-kelemahan yang terdapat didalamnya untuk kemudian
melakukan perbaikan agar bugs dan kelemahan-kelemahan tersebut dapat
dihilangkan. Dengan adanya bantuan-bantuan pihak luar untuk memperbaiki
bugs dan kelemahan-kelemahan dalam suatu software maka pengembangan
metode ini diyakini/diharapkan dapat meningkatkan keamanan software yang
dikaji.
Kelemahan Open Source:
Banyak komentar positif dilontarkan kepada program berbasis open source
di masyarakat indonesia, selain opensource tidak menyalahi Undang-undang
No 19 Tahun 2002 tentang HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) , dan
idiom masyarakat bahwa opensource adalah program gratis tanpa ada
lisensi berbayar serta karena open source dari arti dasarnya adalah kode
yang terbuka, sehingga semua kode program aplikasi bisa dilihat, diedit
dan diubah sesuai dengan kebutuhkan kita. Sehingga pemerintah Indonesia
menggalakkan program EGOS.
Berikut ini postingan tentang kelemahan dari open source, hal ini untuk
mengimbangi dan membuka wawasan masyarakat.
1. Support Berbayar dan Langka
Satu keyakinan bahwa software tidak akan ada masalah adalah keliru, dan
ini adalah sebuah bencana jika kita sudah memakai program opensource
untuk semua infrastruktur yang besar, dan ketika itu menemukan hole atau
bug yang tidak ada yang paham. Maka langkah yang mungkin ditempuh
adalah : searching problem solving di forum-forum, tanya sana sini. Jika
tidak ketemu juga, kita bisa-bisa harus menganggarkan dana yang tidak
sedikit untuk mendatangkan jasa konsultan dari pakar opensource
tersebut.
Karen sebenernya opensource adalah sebuah modem bisnis yang berbeda dari
software berbayar di awal dan dibatasi sebuah aturan lisensi.
Mungkin untuk skala kecil, anda tidak akan merasakan impack yang
diakibatkan. Namun jika sudah melibatkan sistem yang sudah ada,
data-data penting, kadang-kadang manajemen biasanya tidak akan ambil
pusing, mending mencari yang berbayar sedikit mahal diawal, tetapi ada
jaminan support dan problem solving yang akuntabel dari vendor. Dari
pada mengorbankan data-data dan infrastruktur yang sudah terinstall
hanya karena berorientasi penghematan dana di awal.
2. Versi Betha, Stabil dan unstabil.
Open source sangat erat kaitannya dengan versi dan kestabilan kualitas
softwarenya, ini merupakan celah besar yang ditinggalkan baik disengaja
atau tidak disengaja. Kepastian stabil dan tidak stabil kadang menjadi
keraguan pilihan para petinggi IT untuk memilih software opensource.
Bayangkan saja, versi software yang terinstall di server anda statusnya
masih unstable, bisa dibayangkan bisa terjadi apa-apa. Dan patch-nya
harus menunggu orang yang sukarela membetulkan masalah yang terjadi itu.
3. Kerja Komunitas bukan profesional.
Beberapa software dikembangkan oleh sebuah komunitas yang mempunya
tujuan khusus, jaminan dan kepercayaan kualitas produk hasil perlu
dicompare dengan produk komersil yang jauh lebih mumpuni dari segala
sisi.
Kelebihan Open Source:
Perkembangan dunia komputer makin ramai dan menarik dengan adanya
pendekatan-pendekatan baru dalam pengembangan perangkat lunak
(software). Salah satu yang populer adalah adanya open source, yaitu
source code dari sebuah program atau paket software dapat diperoleh atau
dilihat oleh publik meskipun source code tersebut belum tentu public
domain.
Proyek open source biasanya bermula dari kebutuhan pribadi. Akan tetapi
ternyata persoalan tersebut juga merupakan persoalan orang banyak
(typical problem). Dari kebutuhan pribadi dan komunitas inilah muncul
proyek open source. Dalam perjalannya banyak aspek non-teknis (sosial)
yang mempengaruhi pengembangan proyek tersebut.
Konsep open source ini cukup membingungkan bagi para pelaku dunia
software. Pada pemikiran lama yang konvensional, source code dijaga
ketat sebagai rahasia perusahaan. Jika sekarang semua orang dapat
meilhat source code-nya lalu dimana nilai bisnisnya?.
Banyak keuntungan dari Open Source, beberapa keuntungan antara lain
sebagai berikut:
1. Sumber Daya Manusia
Kegiatan Open Source biasanya melibatkan banyak orang. Memobolitas
banyak orang dengan biaya rendah (bahkan gratis) merupakan salah satu
kelebihan open source. Kasus Linux, programmer yang terlibat dalam
pengembangan Linux mencapai ribuan orang. Bayangkan jika mereka harus
digaji sebagaimana layaknya programmer yang bekerja di perusahaan yang
khusus mengembangkan software untuk dijual. Kumpulan skill ini memiliki
nilai yang berlipat-lipat tidak sekedar ditambahkan saja.
Untuk menentukan kesalahan (bugs) dalam software diperlukan usaha yang
luar biasa, menentukan sumber kesalahan ini merupakan salah satu hal
yang tersulit dan mahal. Kegiatan debugging dapat dilakukan secara
paralel. Coding masih merupakan aktivitas yang mandiri (solitary). Akan
tetapi, nilai tambah yang lebih besar datang dari pemikiran komunitas.
2. Peningkatan Kualitas
Adanya peer review meningkatkan kualitas, reliabilitas, menurunkan biaya
dan meningkatkan pilihan (choice). adanya banyak pilihan dari beberapa
programmer membuat pilihan jatuh kepada implementasi yang lebih baik.
Contoh nyata dari hal ini adalah web server Apache yang mendominasi
pasar server web.
3. Menjamin Masa Depan Software
Konsep open source menjamin masa depan (future) dari software. Dalam
konsep closed-source, software sangat bergantung kepada programmer atau
perusahaan. Bagaimana jika programmer tersebut bekerja atau pindah ke
perusahaan lain? hal ini tentunya akan merepotkan perusahaan pembuat
software tersebut. Di sisi pembeli juga ada masalah, bagaimana jika
perusahaan tersebut gulung tikar? Nilai closed-source software akan
cenderung menjadi nol jika perusahaan tersebut bangkrut. Dengan kata
lain, “the price a consumer will pay” dibatasi oleh “expected future
value of vendor service”. Open source tidak memiliki masalah tersebut.
4. Bisnis Open Source
Sebuah produk software memiliki dua nilai (value): use value dan sale
value. Use value merupakan nilai ekonomis yang diperoleh dari penggunaan
produk tersebut sebagai tool. Sementara sale value merupakan nilai dari
program tersebut sebagai komoditi.
Banyak orang menilai bahwa nilai ekonomi dari produksi software
berdasarkan model pabrik (factory model), yaitu:
a. Software developer dibayar bedasarkan sale value.
b. Sale value dari software nilainya proposional terhadap development
cost (biaya pengembangan software).
Fakta dilapangan sebaliknya:
a. Lebih dari 90% software dibuat untuk keperluan internal dan
dikembangkan di adalam (written in house). Hal ini dapat dilihat dari
iklan di surat kabar (lowongan kerja). Termasuk di dalam software yang
in-house written ini adalah device driver dan embedded code untuk
microchip-driver machines (oven, pesawat terbang dan lain sebagainya).
b. in-house code mempunyai karakteristik yang membuatnya susah digunakan
kembali (reuse). Hal ini menyebabkan susahnya maintenance (upgrade,
update). Padahal, maintenance merupakan 75% dari biaya/gai programmer.
c. Hanya 20% gaji yang dibebankan secara penuh pada use value dan 5%
dari sale value.
Filosofi yang salah, yaitu pendapat orang dan fakta ternyata berbeda
menyebabkan hasil yang kurang baik. Perlu di ingat bahwa lebih dari 75%
life cycle sebuah proyek adalah maintenance (termasuk debugging,
extension), sementara struktur harga biasanya tetap (fixed).
5. Model Bisnis Open Source
Eric Raymond mengetengahkan tujuh bentuk bisnis open source, yaitu:
a. Cost Sharing, dengan contoh Apache web server, perusahaan beskuar
seperi IBM mendukung Apache dengan mengalokasikan SDM untuk ikut
kontribusi.
b. Risk Spreading, dengan contoh Cisco Print Spooler, pembuat software
tersebut merasa bahwa jika mereka meninggalkan Cisco, Cisco akan
memiliki resiko hilangnya orang yang mengerti tentang software tersebut.
c. Loss-leader/market postioner, dengan contoh Netscape yang membuka source code-nya (menjadi Mozilla).
d. Widget Frosting, dengan contoh perusahaan hardware ( misalnya
printer) yang membuka software driver untuk hardware-nya tersebut.
e. Give away the recipe, open a restaurant dengan contoh Cygnus (yang
memberikan support untuk tool dari GNU yang gratis) atau RedHat.
f. Accessorizing, dengan contoh penerbit O’Reilly dan Associates yang
menjual buku, seminar, T-shirt dan barang-barang yang berhubungan dengan
software (terutama software GNU).
g. Free the future, sell the present dengan contoh perusahaan Aladin Enterprise yang membuat PostScript viewer.
Sumber : http://bathdeville.blogspot.com/2012/03/kenapa-kita-menggunakan-open-source.html
0 comments:
Posting Komentar